Perbedaan Autisme dan Retardasi Mental


Autisme dan Retardasi Mental. Hampir 80 persen anak-anak autistik memiliki skor di bawah 70 pada berbagai tes intelegensi terstandar. Karena sejumlah besar anak-anak yang menderita autisme juga mengalami retardasi mental, kadang sulit membedakan kedua disabilitas tersebut.
Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan penting di antara keduanya. Meskipun anak-anak dengan retardasi mental biasanya memiliki skor rendah dalam semua bagian dan suatu tes intelegensi, skor anak-anak dengan autisme dapat memiliki pola yang berbeda. Secara umum, anak-anak dengan autisme lebih buruk dalam mengerjakan tugas-tugas yang memerlukan pemikiran abstrak, simbolisme, atau logika sekuensial, yang kesemuanya berhubungan dengan kelemahan bahasa mereka (Carpuan pentieri & Morgan, 1994).

Mereka biasanya mendapatkan nilai yang lebih baik pada. berbagai item yang memerlukan keterampilan visual-spasial, seperti mencocokkan rancangan dalam tes-tes rancangan balok dan merakit objek yang belum dirakit (Rutter, 1983). Kadang mereka dapat memiliki keahlian khusus yang mencerminkan talenta besar, seperti kemampuan mengalikan dua angka empat digit dengan cepat tanpa alat bantu apa pun. Mereka juga dapat memiliki memori jangka panjang yang luar biasa, mampu mengingat dengan tepat syair sebuah lagu yang didengar bertahun-tahun lalu. Perkembangan sensorimotorik merupakan bidang kekuatan relatif yang terbesar pada anak-anak dengan autisme. Anak-anak tersebut, yang dapat menunjukkan kelemahan berat dan sangat berat dalam kemampuan kognitif, dapat cukup elegan dan ahli dalam berayun, memanjat, atau keseimbangan, sementara anak-anak dengan retardasi mental jauh lebih lambat dalam perkembangan motonik

Daftar Pustaka
Davinson, Gerald . Psikologi Abnormal/Gerald C. Davinson, Jhon M. Neale, Ann M. Kring; Penerjemah, Noermalasari Fajar.- Jakarta: Pt RajaGrafindo Persada, 2006. XXVII, 1048 hal. ;26 cm. Biblografi : hal 949 Judul asli : Abnormal Psychology


Asertivitas


Perilaku asertif merupakan kemampuan seseorang kemampuan seseorang menyatakan diri, pandangan-pandangan dalam dirinya, keinginan dan perasaannya secara langsung, spontan, bebas dan jujur tanpa merugikan diri sendiri dan melanggar hak-hak orang lain. Seseorang yang berperilaku asertif mampu menghargai hak diri sendiri dan orang lain, bersikap aktif dalam kehidupannya untuk mencapai apa yang diinginkan. Fensterheim dan Baer (1975) mengungkapkan beberapa karateristik individu yang memiliki perilaku asertif yang tinggi, antara lain merasa bebas untuk menampilkan dirinya, dapat berkomunikasi dengan baik secara terbuka, langsung, jujur, dan tepat, memiliki orientasi aktif dalam kehidupan untuk mencapai apa yang diinginkan.
Menurut Rini (2001) asertivitas adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Ditambahkan pula oleh Willis dan Daisley (1995), perilaku asertif adalah perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
Rathus dan Nevid (1983) asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok.
Sedangkan menurut Alberti dan Emmons (2002) perilaku asertif adalah perilaku yang membuat seseorang dapat bertindak demi kebaikan dirinya, mempertahankan haknya tanpa cemas, mengekspresikan perasaan secara nyaman, dan menjalankan haknya tanpa melanggar orang lain.
Beberapa ciri dari individu yang memiliki asertivitas menurut Lange dan Jakubowski (1978) adalah sebagai berikut:
a. Memulai interaksi
b. Menolak permintaan yang tidak layak
c. Mengekspresikan ketidaksetujuan dan ketidaksenangan
d. Berbicara dalam kelompok
e. Mengekspresikan pendapat dan saran
f. Mampu menerima kecaman dan kritik
g. Memberi dan menerima umpan balik


Ditambahkan oleh Palmer dan Froener (2002) ciri-ciri individu yang asertif adalah:
a. Bicara jujur
b. Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya
c. Menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain
d. Memiliki hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain
e. Tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor dalam menghadapi situasi-situasi yang sulit.

Asertif berasal dari kata to assert yang berarti menyatakan pendapat dengan tegas. Joseph Wolpe mendefinisikan tingkah laku asertivitas sebagai tingkah laku yang penuh keyakinan diri yang lebih merupakan pernyataan yang tepat dari setiap emosi daripada kecemasan terhadap orang lain.
Menurut Lazarus (Fensterheim, 1980) tingkah laku asertif adalah suatu tingkah laku yang penuh ketegasan yang timbul karena adanya kebebasan emosi dari setiap usaha untuk membela hak-haknya serta adanya keadaan efektif yang mendukung, meliputi :
1. mengetahui hak-hak pribadi
2. berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut
3. melakukan hal tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan
Belajar merupakan proses aktif, karena belajar akan berhasil jika dilakukan secara rutin dan sistematis. Ciri dari suatu pembelajaran yang berhasil, salah satunya dengan bertingkah laku asertif, individu akan memperoleh hasil positif yang salah satunya adalah meningkatkan kepercayaan diri. Dengan meningkatnya kepercayaan diri, maka individu tidak terlalu dipengaruhi oleh persetujuan orang dan juga mengurangi rasa tidak aman. Selain itu, individu akan menjadia lebih kreatif dan berani untuk mengambil resiko. Hal ini seharusnya dimiliki oleh siswa yang mana dituntut untuk lebih mandiri, mampu berinisiatif, lebih dewasa, dan lebih matang dalam berfikir dan berperilaku agar lebih berkembang dalam proses belajar. Semakin tinggi tingkat asertivitas dari individu, maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan diri dari individu tersebut dan semakin tinggi pula prestasi belajar siswa.


Retardasi Mental dan Klasifikasinya


Retardasi mental adalah suatu gangguan aksis II, didefinisikan dalam DSM IV TR sebagai: (1) Fungsi intelektual yang di bawah rata-rata bersama dengan, (2) Kurangnya perilaku adaptif; dan (3) Terjadi sebelum usia 18 tahun. Dalam buku Psikologi Abnormal oleh Gerald C Davison dkk, pada tahun 2006, kriteria retardasi mental dalam DSM IV TR adalah sebagai berikut:

(1) Fungsi intelektual secara signifikan berada di bawah rata-rata, IQ kurang dari 70; (2) Kurangnya fungsi sosial adaptif dalam minimal dua bidang berikut: Komunikasi, mengurus diri sendiri, kehidupan keluarga, keterampilan interpersonal, penggunaan sumber daya komunitas, kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, keterampilan akademik fungsional, rekreasi, pekerjaan, kesehatan dan keamanan; (3) Terjadi sebelum usia 18 tahun.

Komponen pertama dalam definisi DSM memerlukan penilaian intelegensi. Penentuan IQ harus didasarkan pada berbagai tes yang diberikan kepada seseorang oleh seorang profesional yang kompeten dan terlatih dengan baik.

Komponen berikutnya adalah fungsi adaptif, yaitu merujuk pada penguasaan keterampilan masa kanak-kanak seperti menggunakan toilet, berpakaian, memahami konsep waktu dan uang, mampu menggunakan peralatan, berbelanja, melakukan perjalanan dengan transportasi umum dan mengembangkan responsivitas sosial. Seorang remaja, contohnya, diharapkan mampu menerapkan keterampilan akademik, penalaran dan penilaian dalam kehidupan sehari-hari dan berpartisipasi dalam berbagai aktifitas kelompok. Seorang dewasa diharapkan dapat menyokong diri sendiri dan memegang tanggung jawab sosial.

Komponen terakhir dalam definisi retardasi mental adalah gangguan ini terjadi sebelum usia 18 tahun, untuk mencegah mengklasifikasikan kelemahan intelegensi dan perilaku adaptif yang disebabkan oleh cedera atau sakit yang terjadi di kemudian hari sehingga mengakibatkan retardasi mental. Anak-anak yang mengalami hendaya berat sering kali didiagnosis pada masa bayi. Meskipun begitu, sebagian besar anak yang mengalami retardasi mental tidak diidentifikasikan demikian sampai mereka mulai sekolah.

Anak-anak tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda fisiologis, neurologis, atau fisik yang jelas dan masalah tersebut muncul kepermukaan hanya setelah mereka menunjukkan ketidakmampuan untuk mengalami kehidupan yang sama seperti anak-anak seusia mereka di sekolah.

Klasifikasi Retardasi Mental

Kriteria penggolongan retardasi mental tidak bisa hanya menggunakan patokan intelegensi, karena beberapa orang yang masuk dalam kelompok retardasi mental ringan tidak memiliki gangguan pada fungsi adaptif sehingga tidak bisa digolongkan dalam gangguan retardasi mental. Penggolongan berdasarkan intelegensi dapat digunakan jika penderita mengalami gangguan pada fungsi adaptif. Berikut ini merupakan ringkasan karakteristik orang-orang yang masuk dalam masing-masing level retardasi mental.

Retardasi mental ringan
Antara IQ 50-55 hingga 70. Mereka tidak selalu dapat dibedakan dengan anak-anak normal sebelum mulai bersekolah. Di usia remaja akhir biasanya mereka dapat mempelajari keterampilan akademik yang kurang lebih sama dengan level 6. Mereka dapat bekerja ketika dewasa, pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan yang rumit dan mereka bisa mempunyai anak.

Retardasi mental sedang
Antara IQ 35-40 hingga 50-55. Orang yang mengalami retardasi mental sedang dapat memiliki kelemahan fisik dan disfungsi neurologis yang menghambat keterampilan motorik yang normal, seperti memegang dan mewarnai dalam garis, dan keterampilan motorik kasar, seperti berlari dan memanjat. Mereka mampu, dengan banyak bimbingan dan latihan, berpergian sendiri di daerah lokal yang tidak asing bagi mereka. Banyak yang tinggal di institusi penampungan, namun sebagian besar hidup bergantung bersama keluarga atau rumah-rumah bersama yang disupervisi.

Retardasi mental berat
Antara IQ 20-25 hingga 35-40. Umumnya mereka memiliki abnormalitas fisik sejak lahir dan keterbatasan dalam pengendalian sensori motor. Sebagian besar tinggal di institusi penampungan dan membutuhkan bantuan super visi terus menerus. Orang dewasa yang mengalami retardasi mental berat dapat berperilaku ramah, namun biasanya hanya dapat berkomunikasi secara singkat di level yang sangat konkret. Mereka hanya dapat melakukan sedikit aktifitas secara mandiri dan sering kali terlihat lesu karena kerusakan otak mereka yang parah menjadikan mereka relatif pasif dan kondisi kehidupan mereka hanya memberikan sedikit stimulasi. Mereka mampu melakukan pekerjaan yang sangat sederhana dengan supervisi terus-menerus.

Retardasi mental sangat berat
IQ di bawah 25. Mereka yang masuk dalam kelompok ini membutuhkan supervisi total dan sering kali harus diasuh sepanjang hidup mereka. Sebagian besar mengalami abnormalitas fisik yang berat serta kerusakan neurologis dan tidak dapat berjalan sendiri kemanapun. Tingkat kematian di masa anak-anak pada orang yang mengalami retardasi mental sangat berat sangat tinggi.


3. Manfaat Perencanaan, Jenis Perencanaan dalam organisasi


Perencanaan penetapan manajemen
I. Manfaat perencanaan
  •  Standar pelaksanaan dan pengawasan
  •  Pemilihan berbagai alternatif terbaik
  •  Penyusunan skala prioritas, baik sasaran maupun kegiatan
  •   Menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi
  •   Membantu manajer menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan
  •  Alat memudahkan dalam berkoordinasidengan pihak yang terkait
  •  Alat meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti

II. Jenis – jenis Perencanaan dalam Organisasi
 1.       Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis dianggap oleh organisasi secara keseluruhan dan dihasilkan oleh tingkat hirarki yang lebih tinggi dari sebuah organisasi. Berkaitan dengan tujuan jangka panjang dan strategi dan tindakan untuk mencapainya. Perencanaan ini merupakan proses dimana eksekutif / top manajer meramal arah jangka panjang dari suatu entitas dengan menetapkan target spesifik pada kinerja, dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal untuk melakukan tindakan perencanaan yang dipilih. Hal ini biasanya dilakukan dalam organisasi pada tingkat manajerial, atau tingkat tertinggi perintah, yang dilakukan dengan cara taktik dan prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau diberikan perencanaan jangka panjang lebih dari 5 tahun. Perencanaan strategis juga merupakan suatu hal untuk merencanakan strategi dalam segala hal, atau dalam kehidupan sehari-hari setiap orang.
 2.     Perencanaan Taktis / Taktik
Pada tingkat kedua dari perencanaan, taktis, kinerja berada dalam setiap area fungsional bisnis, termasuk sumber daya tertentu. Perkembangannya terjadi oleh tingkat organisasi menengah, bertujuan untuk efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia untuk jangka menengah proyeksi. Dalam perusahaan besar dengan mudah mengidentifikasi tingkat perencanaan, yang diberikan oleh setiap kepala bagian.Bagian taktis merupakan proses yang berkelanjutan, yang bertujuan dalam waktu dekat, merampingkan pengambilan keputusan dan menentukan tindakan. Bagian Ini dilakukan secara sistemik karena merupakan totalitas yang dibentuk oleh sistem dan subsistem, seperti yang terlihat dari sudut pandang sistemik. Apakah iteratif, dan proyek mana yang harus fleksibel dan menerima penyesuaian dan koreksi. Teknik ini memungkinkan pengukuran siklus dan evaluasi sebagai dijalankan yang secara dinamis dan interaktif dilakukan dengan orang lain, dan merupakan teknik yang mengkoordinasikan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dari efisiensi.
 3. Perencanaan Operasional
Ketidakpastian yang disebabkan oleh tekanan dan pengaruh lingkungan harus berasimilasi pada pertengahan atau taktik yang harus mengkonversi dan menafsirkan keputusan strategis, tingkat tertinggi, ke dalam rencana konkrit di tengah dan membuat rencana yang akan dilakukan dan, pada gilirannya, dibagi lagi menjadi rencana operasional dan rincian yang akan dijalankan pada tingkat operasional. Karena jadwal pada tingkat operasional sesuai dengan set bagian homogen dari perencanaan taktis, yaitu, mengidentifikasi prosedur spesifik dan proses yang diperlukan di tingkat bawah organisasi, menyajikan rencana aksi atau rencana operasional. Hal ini dihasilkan oleh tingkat organisasi yang lebih rendah, dengan fokus pada kegiatan rutin perusahaan, oleh karena itu, rencana dikembangkan untuk waktu yang singkat.  Perencanaan Operasional ini dilakukan pada karyawan di tingkat terendah dari organisasi. Membuat perencanaan kecil sebuah organisasi dan merinci bagaimana tujuan akan dicapai. Bahkan, semua titik dasar perencanaan terjadi di tingkat operasional, yang sangat mempengaruhi dan menentukan, bersama dengan, hasil taktik. Termasuk tugas-tugas operasional dan skema operasi yang benar dan efisien dalam menjalani sistem pendekatan reduksionis proses khas ditutup. Hal ini dilakukan berdasarkan proses diprogram dan teknik komputasi. Ini mengubah ide menjadi kenyataan, atau mengeksekusi tujuan dari suatu tindakan melalui berbagai rute, jangka pendek pekerjaan umumnya kurang dari 1 tahun.
 4.     Perencanaan Normatif
Mengacu pada penciptaan standar, kebijakan serta peraturan yang ditetapkan untuk operasi organisasi. Hal ini bergantung pada pembentukan standar, metodologi dan metode untuk berfungsinya kegiatan yang direncanakan. Standar-standar tentang pendirian aturan dan / atau undang-undang dan / atau kebijakan dalam setiap kelompok atau organisasi, terutama untuk menjaga pengendalian, pemantauan dan pengembangan perencanaan dan pengembangan standar dan kebijakan. Perencanaan berhubungan erat dengan desain struktur organisasi. Ini berlaku di daerah yang sangat spesifik, yang umumnya adalah mereka yang mengawasi dan menentukan aspek pada tingkat lainnya tidak dapat dipisahkan.
Sumber:
Hari Purnomo, Setiawan., Zulkieflimansyah. (1996). Manajemen Strategi: Sebuah Konsep Pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Abdul Mukhyi, Muhammad., Hadi Saputro, Imam. (1995). Pengantar Manajemen Umum. Depok: Gunadarma.
Tisnawati Sule, Ernie., Saefullah, Kurniawan. (2005). Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana.


2. PERENCANAAN, PENETAPAN MANAJEMEN



1.      Definisi dari perencanaan manajemen

Adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain—pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan—tak akan dapat berjalan.
Rencana dapat berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi, artinya, setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.

2.      Langkah-langkah dalam menyusun perencanaan manajemen

a. Menentukan jenis dan jumlah produk yang akan diproduksi agar tepat dalam hal kualitas, manfaat, dan kuantitasnya sehingga tercapai keuntungan yang maksimal.
b. Menetapkan jumlah dana yang diperlukan untuk modal kerja maupun modal tetap. Dan untuk menetapkan apakah akan dibiayai dengan modal sendiri atau dengan pinjaman (kredit).
          
3. Manfaat perencanaan dalam suatu organisasi
1.Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan2.Membuat tujuan lebih khusus,terperinci dan mudah di pahami3.Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti4.Manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas

4. Jenis-jenis perencanaa dalam organisasi

1.Perencanaan Jangka Panjang & Jangka PendekJangka Pendek : Perencanaan untuk jangka waktu 1 tahun atau kurangMenengah : 1 s/d 2 tahunPanjang : Jangka waktu 5 tahun atau lebih2. Perencanaan strategi dan operasionalA. Perencanaan Strategi : Kebutuhan jangka panjang dan menentukan komprehensif yang telah diarahkan.Menentukan tujuan untuk organisasi kegiatan apa yang hendak diambil sumber-sumber apa yang diperlukan untuk mencapainya.Tahap perencanaan strategi:1. identifikasi tujuan dan sasaran2. penilaian kinerja berdasar tujuan dan sasaran yang ditetapkan3. penentuan perencanaan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran4. implementasi perencanaan strategi5. evaluasi hasil dan perbaikan proses perencanaan strategiTujuan perencanaan strategi: mendapatkan keuntungan kompetitiff (competitive advantage).Manajemen StrategiManajemen strategi: proses pengarahan usaha perencanaan strategi dan menjamin strategi tersebut dilaksanakan dengan baik sehingga menjamin kesuksesan organisasi dalam jangka panjang.Tahap manajemen strategi:1. perumusan strategi (strategy formulation)2. pengimplementasian strategi (strategy implementation)Strategi yang digunakan organisasiTiga tingkatan strategi yang digunakan organisasi:1. strategi korporasi (corporate strategy)Tujuan: pengalokasian sumber daya iuntuk perusahaan secara total.Srtategi ini digunakan pada tingkat korporasi.2. strategi bisnis (business strategy)strategi untuk bisnis satu produk lini.Strategi ini digunakan pada tingkat divisi.3. strategi fungsional (functional strategy)mengarah ke bidang fungsional khusus untuk beroperasi.Strategi ini digunakan pada tingkat fungsional seperti penelitian dan pengembangan, sumber daya, manufaktur, pemasaran, dll.B. Perencanaan operasional: kebutuhan apa saja yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan perencanaan strategi untuk mencapai tujuan strategi tersebut. Lingkup perencanaan ini lebih sempit dibandingkan dengan perencanaan strategi.Perencanaan operasional yang khas :1. Perencanaan produksi (Production Plans) : Perencanaan yang berhubungan dengan metode dan teknologi yang dibutuhkan dalam pekerjaan2. Perencanaan keuangan (Financial Plans) : Perencanaan yang berhubungan dengan dana yang dibutuhkan untuk aktivitas operasional3. Perencanaan Fasilitas ( Facilites Plans) : Perencanaan yang berhubungan dengan fasilitas & layaout pekerjaan yang dibutuhkan untuk mendukung tugas.4. Perencanaan pemasaran (Marketing Plans) : Berhubungan dengan keperluan penjualan dan distribusi barang /jasa.perencanaan sumber daya manusia (Human Resource Plans): berhubungan dengan rekruitmen, penyeleksian dan penempatan orang-orang dalam berbagai pekerjaan.3. Perencanaan tetap (standing plans)Digunakan untuk kegiatan yang terjadi berulang kali (terus menerus)Tertuang dalam : Kebijaksanaan Organisasional , Prosedur dan PeraturanKebijaksanaanPerencanaan tetap yang mengkomunikasikan pengarahan yang luas untuk membuat berbagai keputusan dan melaksanakan tindakan.Misalnya : Penyewaan karyawan, Pemberhentian sementaraProsedur dan aturanPerencanaan tetap yang menggambarkan tindakan yang diambil pada situasi tertentu sering disebut : Standard Operating Prosedurs (SOPs)4. Perencanaan sekali pakai (single-use plans)Digunakan hanya sekali untuk situasi yang unikAnggaranMenggunakan sumber-sumber untuk mengerjakan aktivitas proyek atau programMerupakan alat Manajemen yang ampuh untuk mengalokasikan berbagai macam sumber yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang beranekaragam.Jadwal ProyekMenetapkan rangkaian kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan khusus dan yang menghubung-hubungkan dengan kerangka waktu yang khusus, target kinerja dan Sumber Daya

sumber : 
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Wirawan, Sarlito. (2005).Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan).Jakarta :Balai Pustaka.
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.



1. PSIKOLOGI MANAJEMEN*. A. PENGANTAR


1.      Psikologi Manajemen

A.    Pengantar

1. Definisi Manajemen
Adalah Suatu Proses dalam rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang dan sumber daya organisasi lainnya.

2. Definisi Kepemimpinan
Adalah ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002)

3. Teori kepemimpinan contingency fiedler (matching leaders and tasks)
Fiddler mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal performa grup dalam mencapai tujuannya. Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi 2: yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada maintenance. Dari observasi ini ditemukan fakta bahwa tidak ada korelasi konsisten antara efektifitas grup dan perilaku kepemimpinan.
Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 set kondisi.
· Pada set yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan baik, dan memiliki posisi yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan ini, grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
· Pada set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk mengambil alih tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan mengarahkan anggotanya.
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi2 yg spesifik.Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tsb harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektip dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.

4. Model kepemimpinan normatif menurut vroom
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan2 yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan ybs melaksanakan tugas2 pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Dalam mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya? Dengan kata lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?
Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.Namun seberapa jauh partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan akan diberikan pemimpinnya? Jawabannya adalah Normative Theory dari Vroom and Yetton.
Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan normatif dalam 3 kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut permasalahan, dan pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.
2. Autocratic II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
3. Consultative I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu membuat keputusan.
4. Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap terbaik untuk diterapkan pada berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan metode kepemimpinan dengan situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang harus diambil dalam memutuskan metode kepemimpinan seperti apa yang harus digunakan (Vroom & Yetton, 1973):
1. Adakah kualitas lain yang lebih rasional daripada solusi yang telah ada?
2. Apakah saya memiliki informasi dan keahlian yang cukup untuk membuat sebuah keputusan yang berkualitas tinggi?
3. Apakah masalahnya terstruktur?
4. Apakah penerimaan subordinat saya terhadap keputusan yang saya buat akan mempengaruhi efektivitas dalam implementasi keputusan saya?
5. Jika saya harus membuat keputusan sendiri, apakah keputusan saya dapat diterima secara beralasan oleh subordinat saya?
6. Apakah subrodinat saya memiliki tujuan organisasi yang sama dengan saya saat memecahkan masalah ini?
7. Apakah konflik akan terjadi di kalangan subordinat saya ketika solusi ini terpilih?
Jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut terspesifikasi melalui metode kepemimpinan macam apa yang paling tepat diterapkan pada situasi tertentu. Jawaban “ya” dan “tidak” akan mengarah pada pohon keputusan (decision tree) yang membantu pemimpin untuk melanjutkan tanggungjawabnya. Aturan Yang Dirancang Untuk Mendukung Dan Melindungi Hasil Penerimaanm Keputusan ; Vroom & Yetton, 1973:
Penerimaan Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, menghilangkan gayaotokratis.
Konflik Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, dan mereka memegang pendapat yang saling bertentangan atas sarana untuk mencapai beberapa tujuan, menghilangkan gaya otokratis.
Keadilan Aturan: Jika kualitas keputusan penerimaan tidak penting tapi penting, gunakan gaya yang paling partisipatif.
Penerimaan Aturan Prioritas: Jika penerimaan sangat penting dan tidak pasti hasil dari keputusan otokratis, dan jika súbor-dinates tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang sangat partisipatif.

5. Path-Goal theory dalam kepemimpinan
Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian tujuan2 bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward)bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gayakepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003) :
1. Instrumental (directive) àInstrumental (directive): suatu pendekatan yang berfokus pada penyediaan bimbingan tertentu, menetapkan jadwal kerja dan aturan. Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan
2. SupportiveàMendukung: sebuah gaya terfokus pada membangun hubungan baik dengan bawahan dan memuaskan kebutuhan mereka. Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
ParticipativeàPartisipatif: suatu pola di mana pemimpin berkonsultasi dengan bawahan, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan
Achievement-orientedàPrestasi berorientasi: suatu pendekatan di mana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mencari perbaikan dalam kinerja. Gayakepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand(Gibson, 2003).
1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
1) Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gayakepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
2) Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gayakepemimpinan partisipatif.
3) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportiveyang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2. Karakteristik Lingkungan
pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
1) Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3) Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
B.     
sumber : 
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Wirawan, Sarlito. (2005).Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan).Jakarta :Balai Pustaka.
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.


Tugas Kesehatan Mental II ( Behaviorisme, Humanisme, Psikoanalisa)


Tokoh Behaviorisme
John Watson
Watson menetapkan dasar konsep utama dari aliran behaviorisme:
a. Psikologi adalah cabang eksperimental dari natural science. Posisinya setara dengan ilmu kimia dan fisika sehingga introspeksi tidak punya tempat di dalamnya.
b. Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya membuktikan jati diri sebagai natural science. Salah satu halangannya adalah keputusan untuk menjadikan bidang kesadaran sebagai obyek psikologi. Oleh karenanya kesadaran/mind harus dihapus dari ruang lingkup psikologi.
c. Obyek studi psikologi yang sebenarnya adalah perilaku nyata.
Pandangan utama Watson

  1. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology).
    Yang dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned
  1. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting (lihat pandangannya yang sangat ekstrim menggambarkan hal ini pada Lundin, 1991 p. 173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.
  1. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer.
  1. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports.
  1. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.
  1. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
  1. Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauhmana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.
  2. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya
  3. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adaljah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol.

Tokoh Humanisme

Alfred Adler

Menurut Adler, masalah dalam kehidupan selalu bersifat sosial. Fungsi yang sehat bukan hanya mencintai dan bekerja, melainkan merasakan kebersamaan dengan orang lain dan mempedulikan kesehjateraan mereka. Beberapa prinsip penting dalam teori Adler adalah sebagai berikut:
1. Setiap orang berjuang untuk mencapai superioritas atau kompetensi personal
2. Setiap orang mengembangkan gaya hidup dan rencana hidup yang sebagian disadar atau direncanakan dan sebagian tidak disadari.
a. Gaya hidup seseorang mengindikasikan pendekatan yang konsisten pada banyak situasi.
b. Rencana hidup dikembangkan berdasarkan pilihan seseorang dan mengarah pada tujuan yang diperjuangkan seseorang untuk dicapai
3. Kualitas kepribadian yang sehat adalah kapasitas untuk mencapai “fellow feeling” atau Gemeinschaftgefuhli, yang fokus pada kesehjateraan orang lain. Adler menyebunya minat sosial.
4. Ego merupakan bagian dari jiwa yang kreatif. Menciptakan realitas baru melalui proses menyusun tujuan dan membawanya pada suatu hasil, disebut dengan fictional goals.

Inferioriy dan Superiority
Manusia dimotivasi oleh adanya dorongan utama, yaitu mengatasi perasaan inferior dan menjadi superior. Dengan demikian perilaku kita dijelaskan berdasarkan tujuan dan ekspentasi akan masa depan. Inferioritas berarti merasa lemah dan tidak memiliki keterampilan untuk menghadapi tugas atau keadaan yang harus diselesaikan. Hal itu tidak berarti rendah diri terhadap orang lain dalam pengertian yang umum, meskipun ada unsur membandingkan kemampuan diri dengan kemampuan orang lain yang lebih matang dan berpengalaman. Sedangkan superiority bukan berarti lebih baik dibandingkan dengan orang lain, melainkan secara berkelanjutan mencoba untuk menjadi lebih baik, untuk menjadi semakin dekat dengan tujuan ideal seseorang.
Beberapa keadaan khusus seperti dimanja dan ditolak, mungkin dapat membuat seseorang mengembangkan inferiority complex atau superiority complex. Dua kompleks tersebut berhubungan erat. Superiority complex selalu menyembunyikan atau bentuk kompensasi dari inferior. Sedangkan inferiority complex menyembunyikan perasaan superior. Adler meyakini bahwa motif utama setiap orang adalah untuk menjadi kuat, kompeten, berprestasi dan kreatif.

Social Interest
Social interest merupakan bentuk kepedulian atas kesehjateraan orang lain yang berkelanjutan sepanjang kehidupan untuk mengarahkan perilaku seseorang. Meskipun minat sosial dilahirkan, tetapi menurut Adler terlalu lemah atau kecil untuk dapat berkembang dengan sendirinya. Oleh karena itu menjadi tugas Ibu, yang menjadi orang pertama dalam pengalaman seorang anak, untuk mengembangkan potensi tersebut. Apabila ibu tidak dapat membantu anak untuk memperluas minat sosialnya, maka anak akan cenderung tidak memiliki kesiapan ketika menghadapi masalah dalam lingkungan sosialnya.
Minat sosial memungkinkan seseorang untuk berjuang mencapai superior dengan cara yang sehat dan kurangnya minat sosial tersebut dapat mengarahkan pada fungsi yang maladaptif. Semua kegagalan seperti neurotik, psikotik, pemabuk, anak yang bermasalah dan lainnya disebabkan kurangnya memiliki minat sosial mereka mengatasi masalah pekerjaan, persahabatan dan seks tanpa memiliki keyakinan bahwa hal tersebut dapat diselesaikan dengan cara kerja sama. Makna yang diberikan pada kehidupan lebih bernilai pribadi. Tidak ada orang lain yang mendapatkan keuntungan dengan tercapainya tujuan mereka. Tujuan keberhasilan merupakan merasakan superioritas personal dan hanya berarti untuk diri mereka sendiri. sebagai manusia yang sehat, maka pada waktu yang bersamaan ia akan berjuang mencapai superior dengan membantu orang lain mencapai tujuan mereka.

Style of Life
Melalui konsep gaya hidup, Adler menjelaskan keunikan manusia. Setiap manusia memiliki tujuan, perasaan inferior, berjuang menjadi superior dan dapat mewarnai atau tidak mewarnai usaha mencapai superioritasnya itu dengan minat sosial. Akan tetapi, setiap manusia melakukannya dengan cara yang berbeda. Gaya hidup merupakan cara unik dari setiap orang dalam mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan dalam lingkungan hidup tertentu, di tempat orang tersebut berada. Gaya hidup berdasarkan atas makna yang seseorang berikan mengenai kehidupannya atau interpretasi unik seseorang mengenai inferioritasnya, setiap orang akan mengatur kehidupannya masing-masing unuk mencapai tujuan akhirnya dan mereka berjuang untuk mencapai hal tersebut.
Gaya hidup terbentuk pada usia 4-5 tahun dan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan intrinsik (hereditas) dan lingkungan objektif, melainkan dibentuk oleh persepsi dan interpretasinya mengenai kedua hal tersebut. Seorang anak tidak memandang suatu situasi sebagaimana adanya, melainkan dipengaruhi oleh prasangka dan minatnya dirinya.

Adler’s typology of personality
Adler mengembangkan teori mengenai tipe kepribadian berdasakan derajat minat sosial dan aktivitas yang dimiliki seseorang, hal yang terpenting bagi Adler bukanlah bagaimana seseorang mengatasi perasaan inferioritasnya, melainkan sejauhmana seseorang mengembangkan gaya hidup yang konstruktif dibandingkan yang destruktif. Sejauhmana empati dan minat sosial dari masing-masing tipe. Kapasitas untuk berempati merupakan hal yang penting dalam kehidupan.
Berikut adalah 4 tipe berdasarkan tipologi ini:

1.The Rulling-dominant Type: asertif, agresif fdan aktif. Ia memanipulasi dan menghadapi situasi kehidupan dan orang-orang didalamnya, tingkat aktivitasnya tinggi tetapi dikombinasikan denan minat sosial yang minimal. Aktivitas yang dilakukan dapat mengarah pada perilaku antisosial.
2.The Getting-Leaning Type: mengharapkan orang lain memenuhi kebutuhannya dan mendukung minatnya, bergantung pada orang lain. Merupakan kombinasi antara minat sosial yang rendah dan tingkat aktivitas yang rendah.
3.The Avoidant Type: menarik diri dari permasalahan. Menghadapi suatu tugas dengan cara menghindar. Memiliki minat sosail yang rendah dan tingkat aktivitas yang sangat rendah.
4.The Society Useful Type: Merupakan tipe yang paling sehat. Memiliki penilaian yang realistik atas masalah yang dihadapi. Memiliki orientasi sosial dan bekerjasama dengan orang lain untuk mengahadapi tugas kehidupan. Merupakan kombinasi antara tingat aktivitas dan minat sosial yang tinggi.

Neurotic Safeguarding Strategies
Semua orang neurotik menciptakan pengamanan atas harga dirinya, seperti defense mechanism menurut Freud. Pengamanan tersebut merupakan perlindungan terhadap self atau ego dari pengaruh luar, biasanya interpersonal, ancaman. Terdapat 3 strategi pengamanan, yaitu:

1.Excuses atau strategi rasionalisasi
Seseorang mencoba untuk membebaskan dirinya dari tuntutan umum kehidupan dengan cara menekankan pada simtom neurotiknya, simtom neurotik digunakan sebagai alasan untuk melarikan diri dari tuntutan kehidupan sehingga tidak menunjukkan yang terbaik. Seseorang merasa aman karena adanya kebebasan untuk tidak melakukan yang terbaik dari tuntutannya yang kurang terhadap perkembangan diri.

2.Aggresive Strategies
a.Depreciation: kecenderungan merendahkan orang lain sehingga orang tersebut tidak terlihat superior sebagai ancaman, melebihkan penilaian diri dalam hubungannya dengan orang lain. Strategi untuk mencapai superior dengan membuat orang lain merasa inferior.
b.Accusation: perasaan tidak disadari yang menyalahkan orang lain atas perasaan inferior dan frustasi yang dialami. Mengarah pada ekspresi langsung kemarahan
c.Self-accusation: menyalahkan diri sendiri atas ketidakberuntungan yang dialami. Hal itu dilakukan dengan cara yang dapat menarik perhatian, simpati atau bantuan dari orang lain.

3.Distancing Strategies
Melindungi harga diri dengan membatasi keterlibatan dalam kehidupan dan menghindari tantangan yang memungkinkan adanya resiko kegagalan.
a.Moving backward: adanya konflik mendasar dimana seseorang menginginkan kesuksesan dan menghindari kegagalan. Pada akhirnya orang tersebut memiliki motivasi untuk tidak melakukan apapun atau kembali pada tahap perkembangan yang kurang mencerminkan kecemasan.
b.Standing Still: seseorang tidak melakukan apapun dalam taraf yang lebih dramatis. Ia menolak tanggung jawab yang memungkinkan adanya evaluasi. Melindungi diri dari kegagalan dengan tidak melakukan apapun.
c.Hesitation: secara tidak sadar menciptakan kesulitan pada diri dan juga menciptakan cara untuk tidak mengatasinya sehingga menjadi simtom neurotik. Mengulur waktu sehingga masalah tidak perlu lagi dihadapi.
d.Construction of obstacles: bentuk pengecualian karena seseorang melihat masalah yang mungkin dapat mencegahnya untuk menunjukkan usaha yang lebih besar sehingga dapat melindungi harga dirinya.

Faulty Life-styles
Gaya hidup yang maladaptif merupakan hasil dari tiga kondisi, yaitu cacat fisik, gaya hidup dimanja dan gaya hidup diabaikan. Anak dengan cacat fisik cenderung memilki perasaan tidak adekuat dalam memenuhi tugas dalam hidupnya. Pengertian dari orangtua dapat membantu anaknya untuk mengembangkan kekuatan untuk mengkompensasikan kelemahannya itu. Anak yang dimanja gagal untuk mengembangkan minat sosial dan memenuhi harapan sosial. Ia memiliki kebutuhan untuk menerima tanpa memberi, anak akan sedikit atau tidak melakukan sesuatu untuk orang lain dan memanipulasi orang lain untk memuaskan kebutuhannya. Sedangkan anak yang diabaikan dapat menjadi musuh di lingkungannya dan didominasi oleh kebutuhan untuk balas dendam.

Penelitian Khas Adler mengenai Urutan Kelahiran
Sejalan dengan perhatian Adler terhadap penentu sosial kepribadian, ia mengamati bahwa kepribadian anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu dalam satu keluarga akan berlainan.

1.Anak Pertama
Menurut Adler, anak pertama memiliki posisi yang unik, yaitu sebagai anak satu-satunya pada suatu waktu, dan kemudian mengalami pergeseran status ketika anak kedua lahir. Anak pertama awalnya mendapatkan perhatian utuh sampai terbagi saat adiknya lahir. Peristiwa tersebut mengubah situasi dan pandangan anak pertama terhadap dunia. Bila anak pertama berusia lebih tua 3 tahun atau lebih ketika memiliki adik, maka biasanya akan merasa permusuhan dan kebencian terhadap adiknya.

2.Anak Tengah
Ciri anak tengah adalah ambisius. Ia selalu berusaha melebihi kakaknya dan cenderung memberontak atau iri hati. Tetapi pada umumnya ia dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik.

3.Anak Bungsu
Anak bungsu adalah anak yang dimanjakan. Sama seperti anak sulung, kemungkinan ia akan menjadi anak yang bermasalah dan menjadi orang dewasa yang neurotik dan tidak mampu menyesuaikan diri.

4.Anak Kedua
Sifat anak ini selalunya lebih agresif berbanding dengan anak sulong. Dia selalu dibantu dalam banyak perkara dan sentiasa ada penyokong di belakang kejayaannya –sama ada ibu, bapa atau kakak atau abangnya. Dia turut mempunyai daya saing yang lebih tinggi dan sering kali berlumba- lumba untuk menjadi yang lebih baik daipada adik- beradiknya yang lain. Anak kedua boleh menjadi seorang yang degil atau cuba dilihat menyerlah daripada orang lain dalam apa- apa perkara.

5. Anak Kembar
Salah satu daripada pasangan kembar ini akan bersifat lebih agresif, cerdas, dan aktif. Maka, ibu bapa mereka cenderung melihat salah seorang daripada mereka adalah kakak atau abang kepada yang satu lagi. Anak kembar boleh mengalami masalah ketidaktentuan identiti. Pasangan kembar yang lebih menyerlah akan menjadi ketua dan model kepada pasangannya yang lebih lemah dan pasif.


Tokoh Psikoanalisa

Carl Gustav Jung

Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, membahas kepribadian manusia melalui berbagai macam pendekatan, yang salah satunya adalah pendekatan Psikodinamik. Dalam pendekatan ini, Carl Gustav Jung menjelaskan kepribadian manusia berdasarkan tujuannya dalam kehidupan yang dipengaruhi oleh masa lalu dan masa depan manusia. Jung menjelaskan berbagai macam struktur dari Psyche, tipologi kepribadian manusia berdasarkan sikap dan fungsi dominan yang dimiliki oleh manusia itu, mekanisme pergerakan energi psikis dan tahap perkembangan kepribadiannya.
Struktur Psyche Menurut Jung
Menurut Jung, psyche adalah kesatuan yang di dalamnya terdapat semua pikiran, perasaan dan tingkah laku baik yang disadari maupun tidak disadari yang saling berinteraksi satu sama lainnya. Struktur psyche menurut Jung terdiri dari :

1. Ego
Ego merupakan jiwa sadar yang terdiri dari persepsi, ingatan, pikiran dan perasaan-perasaan sadar. Ego bekerja pada tingkat conscious Dari ego lahir perasaan identitas dan kontinyuitas seseorang. Ego seseorang adalah gugusan tingkah laku yang umumnya dimiliki dan ditampilkan secara sadar oleh orang-orang dalam suatu masyarakat. Ego merupakan bagian manusia yang membuat ia sadar pada dirinya.

2. Personal Unconscious
Struktur psyche ini merupakan wilayah yang berdekatan dengan ego. Terdiri dari pengalaman-pengalaman yang pernah disadari tetapi dilupakan dan diabaikan dengan cara repression atau suppression. Pengalaman-pengalaman yang kesannya lemah juga disimpan kedalam personal unconscious. Penekanan kenangan pahit kedalam personal unconscious dapat dilakukan oleh diri sendiri secara mekanik namun bisa juga karena desakan dari pihak luar yang kuat dan lebih berkuasa. Kompleks adalah kelompok yang terorganisir dari perasaan, pikiran dan ingatan-ingatan yang ada dalam personal unconscious. Setiap kompleks memilki inti yang menarik atau mengumpulkan berbagai pengalaman yang memiliki kesamaan tematik, semakin kuat daya tarik inti semakin besar pula pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia. Kepribadian dengan kompleks tertentu akan didominasi oleh ide, perasaan dan persepsi yang dikandung oleh kompleks itu.

3. Collective Unconscious
Merupakan gudang bekas ingatan yang diwariskan dari masa lampau leluhur seseorang yang tidak hanya meliputi sejarah ras manusia sebagai sebuah spesies tersendiri tetapi juga leluhur pramanusiawi atau nenek moyang binatangnya. Collective unconscious terdiri dari beberapa Archetype, yang merupakan ingatan ras akan suatu bentuk pikiran universal yang diturunkan dari generasi ke generasi. Bentuk pikiran ini menciptakan gambaran-gambaran yang berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan, yang dianut oleh generasi terentu secara hampir menyeluruh dan kemudian ditampilkan berulang-ulang pada beberapa generasi berikutnya. Beberapa archetype yang dominan seakan terpisah dari kumpulan archetype lainnya dan membentuk satu sistem sendiri. Empat archetype yang penting dalam membentuk kepribadian seseorang adalah :
a. Persona yang merupakan topeng yang dipakai manusia sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat serta terhadap kebutuhan archetypal sendiri.
b. Anima & Animus merupakan elemen kepribadian yang secara psikologis berpengaruh terhadap sifat bisexual manusia. Anima adalah archetype sifat kewanitaan / feminine pada laki-laki, sedangkan Animus adalah archetype sifat kelelakian / maskulin pada perempuan.
c. Shadow adalah archetype yang terdiri dari insting-insting binatang yang diwarisi manusia dalam evolusinya dari bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah kebentuk yang lebih tinggi.
d. Self, yang secara bertahap menjadi titik pusat dari kepribadian yang secara psikologis didefinisikan sebagai totalitas psikis individual dimana semua elemen kepribadian terkonstelasi disekitarnya. Self membimbing manusia kearah self-actualization, merupakan tujuan hidup yang terus-menerus diperjuangkan manusia tetapi jarang tercapai.

Tipologi Jung
Menurut teori psikoanalisa dari Jung ada dua aspek penting dalam kepribadian yaitu sikap dan fungsi. Sikap terdiri dari introvert dan ekstrovert, sedangkan fungsi terdiri dari thinking, feeling, sensing dan intuiting. Dari kedelapan hal ini maka diperoleh tipologi Jung, yaitu :

a. Introversion-Thinking
Orang dengan sikap yang introvert dan fungsi thinking yang dominan biasanya tidak memiliki emosi dan tidak ramah serta kurang bisa bergaul. Hal ini terjadi karena mereka memiliki kecenderungan untuk memperhatikan nilai abstrak dibandingkan orang-orang dan lingkungan sekitarnya. Mereka lebih mengejar dan memperhatikan pemikirannya tanpa memperdulikan apakah ide mereka diterima oleh orang lain atau tidak. Mereka biasanya keras kepala, sombong dan berpendirian. Contoh dari orang dengan kepribadian seperti ini adalah philosophers.

b. Extraversion-Thinking
Contoh orang dengan sikap extrovert dan fungsi thinking yang dominan adalah ilmuwan dan peneliti. Mereka memiliki kecenderungan untuk muncul seorang diri, dingin dan sombong. Seperti pada tipe pertama, mereka juga me-repress fungsi feeling. Kenyataan yang obyektif merupakan aturan untuk mereka dan mereka menginginkan orang lain juga berpikir hal yang sama.

c. Introversion-Feeling
Orang dengan introversion-feeling berpengalaman dalam emosi yang kuat, tapi mereka menutupinya. Contoh orang dengan sikap introvert dan fungsi feeling yang dominan adalah seniman dan penulis, dimana mereka mengekspresikan perasaannya hanya dalam bentuk seni. Mereka mungkin menampilkan keselarasan didalam dirinya dan self-efficacy, namun perasaan mereka dapat meledak dengan tiba-tiba.

d. Extraversion-Feeling
Pada orang dengan sikap extraversion dan fungsi feeling yang dominan perasaan dapat berubah sebanyak situasi yang berubah. Kebanyakan dari mereka adalah aktor. Mereka cenderung untuk emosional dan moody tapi terkadang sikap sosialnya dapat muncul.

e. Introversion-Sensation
Orang ini cenderung tenggelam dalam sensasi fisik mereka dan untuk mencari hal yang tidak menarik dari dunia sebagai perbandingan. Biasanya mereka adalah orang-orang yang tenang, kalem, self-controlled, tapi mereka juga membosankan dan kurang bisa berkomunikasi.
f. Extraversion-Sensation
Orang dengan tipe ini biasanya adalah businessman. Mereka biasanya realistik, praktis, dan pekerja keras. Mereka menikmati apa yang dapat mereka indrai dari dunia ini, menikmati cinta dan mencari kegairahan. Mereka mudah dipengaruhi oleh peraturan dan mudah ketagihan pada berbagai hal.

g. Introversion-Intiuting
Pemimipi, peramal, dan orang aneh biasanya adalah orang dengan sikap introvert dan fungsi intuitif yang dominan. Mereka terisolasi dalam gambaran-gambaran primitif yang artinya tidak selalu mereka ketahui namun selalu muncul dalam pikiran mereka. Mereka memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain, tidak praktis namun memiliki intuisi yang sangat tajam dibandingkan orang lain.

h. Extraversion-Intuiting
Penemu dan pengusaha biasanya memiliki sikap extravert dan fungsi intuitif yang dominan, mereka adalah orang-orang yang selalu mencari sesuatu yang baru. Mereka sangat baik dalam mempromosikan hal-hal yang baru. Namun mereka tidak dapat bertahan pada satu ide, pekerjaan maupun lingkungan karena sesuatu yang baru merupakan tujuan hidup mereka.
Tahap Perkembangan Kepribadian Jung
Tahap perkembangan kepribadian Jung terdiri dari 4 tahap, yaitu childhood, youth dan young adulthood, middle age dan old age. Pada tahap kedua menekankan akan adaptasi terhadap kehidupan social dan ekonomi. Jung memperlihatkan ketertarikannya pada tahap perkembangan kepribadian ketiga yaitu middle age, karena disini terdapat proses yang penting dari puncak dari individuation dan orang mulai merubah kepedulian terhadap materi menjadi kepedulian spiritual.

III. Aplikasi Teori Psikoanalitik
Aktivitas Energi Psikis, Individuation, dan Transcendent Function
Energi psikis muncul dari pengalaman individual dan merupakan energi untuk berpikir, berkeinginan, memelihara, dan berjuang. Energi psikis mengikuti hukum equivalence dan entropy dari hukum thermodinamika. Dimana jumlah energi tidak akan berubah dan saling berinteraksi agar mencapai keseimbangan. Energi psikis melakukan dua tujuan hidup yaitu mempertahankan diri dan mengembangkan budaya dan aktivitas spiritual dengan melakukan progression, sublimation (energi bergerak maju) , regression dan repression (yang menekan ke ketidak sadaran).
Progression adalah keadaan dimana kesadaran/ ego dapat menyesuaikan diri secara memuaskan baik terhadap tuntutan dunia luar maupun kebutuhan ketidak sadaran, yang menyebabkan perkembangan bergerak maju. Apabila gerak maju ini terganggu oleh suatu rintangan, dan karenanya libido tercegah untuk digunakan secara maju maka libido akan melakukan regresi, yaitu kembali ketahap sebelumnya atau masuk ke ketidak sadaran atau dikenal dengan repression. Sedangkan sublimation adalah transfer energi dari proses yang lebih primitif, instinktif dan rendah diferensiasinya ke proses yang lebih bersifat kultural, spiritual dan tinggi diferensiasinya.
Individuation adalah proses untuk mencapai kepribadian yang integral serta sehat, dimana semua sistem atau aspek kepribadian harus mencapai taraf diferensiasi dan perkembangan yang sepenuh-penuhnya, disebut juga proses pembentukan diri, atau penemuan diri.
Transcendent function adalah kemampuan untuk mempersatukan segala kecenderungan yang saling berlawanan dan mengolahnya menjadi satu kesatuan yang sempurna dan ideal. Tujuan dari fungsi ini adalah menjelmakan manusia sempurna, realisasi serta aktualisasi segala aspek-aspek yang tersembunyi dalam ketidak sadaran. Fungsi inilah yang mendorong manusia mengejar kesempurnaan kepribadian.



© 2025 Rhyme in Psychology (R I P)
Maira Gall