Kekuasaan


PENDAHULUAN
Kekuasaan merupakan masalah sentral di dalam suatu negara, karena negara merupakan pelembagaan masyarakat politik (polity) paling besar dan memiliki kekuasaan yang otoritatif, hal ini diungkapkan oleh kacung maridjan (2010). Di negara-negara yang menganut paham demokrasi, kekuasaan itu berasal dari rakyat dan kekuasaan itu terbagi pada sejumlah lembaga-lembaga politik. Pembagian kekuasaan itu dimaksudkan untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan pada satu tangan sehingga mekanisme kontrol dan keseimbangan diantara lembaga pemegang kekuasaan tersebut.

PENGERTIAN KEKUASAAN
Menurut Walterd Nord, kekuasaan ialah suatu kemampuan untuk mempengaruhi aliran energy dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya.
            Menurut Bierstedt, kekuasaan yaitu kemampuan untuk mempergunakan kekuatan.
            Sedang kan menurut Rogers, kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk mengubah orang atau kelompok lain dalam cara yang spesifik, contohnya dalam kekuasaan dan pelaksanaan kerjanya.
            Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kekuasaan adalah suatu sumber yang memungkinkan seseorang mendapatkan hak untuk mengajak, mempengaruhi dan meyakinkan orang lain.

TEORI KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN
Adapun sumber kekuasaan menurut French & Raven ada 5 kategori yaitu;
1). Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
Kekuasaan imbalan seringkali dilawankan dengan kekuasaan paksaan, yaitu kekuasaan untuk menghukum. Hukuman adalah segala konsekuensi tindakan yang dirasakan tidak menyenangkan bagi orang yang menerimanya. Pemberian hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak baik/merugikan organisasi dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang bermanfaat. Para manajer menggunakan kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya patuh pada perintahkarenatakutpadakonsekuensitidakmenyenangkan yang mungkinakanditerimanya. Jenis hukuman dapat berupa pembatalan pemberikan konsekuensi tindakan yang menyenangkan.  Misalnya pembatalan promosi, pembatalan bonus, maupun pelaksanaan hukuman seperti skors, PHK, potong gaji, teguran di muka umum, dan sebagainya. Meskipun hukuman mungkin mengakibatkan dampak sampingan yang tidak diharapkan, misalnya perasaan dendam, tetapi hukuman adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih digunakan untuk memperoleh kepatuhan atau memperbaiki prestasi yang tidak produktif dalam organisasi.

2). Kekuasaan Imbalan (Insentif Power)
Kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan kepada orang lain (pengikutnya) karena kepatuhan mereka.  Kekuasaan imbalan digunakan untuk mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa imbalan,  baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan seseorang atau organisasi yang mungkin sekaliakan diterimanya, mereka akan tanggap terhadap perintah. Penggunaan kekuasaan imbalan ini amat erat sekali kaitannya dengan teknik memodifikasi perilaku dengan menggunakan imbalan sebagai factor pengaruh.

3). Kekuasaan Sah (Legitimate Power)
Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya. Seorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah. Dalam teori, orang yang mempunyai kedudukan sederajat dalam organisasi, misalnya sesama manajer, mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat pula. Kesuksesan penggunaan kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang mengembangkan seni aplikasi kekuasaan tersebut. Kekuasaan legitimasi sangat serupa dengan wewenang. Selain seni pemegang kekuasaan,  para bawahan memainkan peranan penting dalam pelaksanaan penggunaan legitimasi. Jika bawahan memandang penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang melekat, mereka akan patuh. Tetapi jika dipandang penggunaan kekuasaan tersebut tak sah, mereka mungkin sekaliakan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini akan sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan system nilai yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.

4). Kekuasaan Pakar (Expert Power)
Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki keahlian teknis, administratif, atau keahlian yang lain dinilai mempunyai kekuasaan, walaupun kedudukan mereka rendah. Semakin sulit mencari pengganti  orang yang bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan ini adalah suatu karakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitimasi, imbalan, dan paksaan sebagian besar ditentukan oleh organisasi, karena posisi yang didudukinya.
5). Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang yang bersangkutan. Karisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan panutan. Seseorang yang berkarisma, misalnya seorang manajer ahli, penyanyi, politikus, olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Pemimpin karismatik bukan hanya percaya pada keyakinan – keyakinannya sendiri (factor atribusi), melainkan juga merasa bahwa ia mempunyai tujuan-tujuan luhur abadi yang supernatural (lebih jauh dari alam nyata). Para pengikutnya, di sisi lain, tidak hanya percaya dan menghargai sang pemimpin, tetapi juga mengidolakan dan memujanya sebagai manusia atau pahlawan yang berkekuatan gaib atau tokoh spiritual (factor konsekuensi). Jadi, pemimpin kharismatik berfungsi sebagai katalisator dari psikodinamika yang terjadi dalam diri para pengikutnya seperti dalam proses proyeksi, represi, dan regresi yang pada gilirannya semakin dikuatkan dalam proses kebersamaan dalam kelompok. Dalam masa puncaknya, Bung Karnomisalnya; diberi gelar paduka yang mulia, Panglima Besar ABRI, Presiden seumur hidup, petani agung, pramuka agung, dan berbagai gelar yang lainnya.


Sumber :
Thoha, Miftah. 2005. Perilaku ORGANISASI (Konsep Dasar dan Aplikasinya). PT Raja GrafindoPersada: Jakarta.
Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.

No comments

Post a Comment

© Rhyme in Psychology (R I P)
Maira Gall